Rupiah Tembus Rp17.000! BI Dinilai Lamban dan Gagal Antisipasi Gejolak Dolar AS

5 hours ago 6

Redaksi Pewarta.co.id

Redaksi Pewarta.co.id

Senin, April 07, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

Rupiah Tembus Rp17.000! BI Dinilai Lamban dan Gagal Antisipasi Gejolak Dolar AS
Ilustrasi. Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS melemah. (Dok. Pewarta.co.id/Canva)

PEWARTA.CO.ID - Nilai tukar rupiah kembali menunjukkan performa memprihatinkan. Pada penutupan perdagangan Senin (7/4/2025), rupiah melemah tajam sebesar 169 poin atau setara 1,01 persen, sehingga berada di level Rp16.822 per dolar AS.

Angka ini menunjukkan pelemahan signifikan dari posisi penutupan sebelumnya di Rp16.653 per dolar AS. Bahkan, sempat tercatat menyentuh titik terendah di Rp17.006 per dolar AS.

Pelemahan ini sebagian besar dipicu oleh kebijakan kontroversial Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang resmi menaikkan tarif impor terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia.

Keputusan tersebut mengguncang pasar global dan memperberat beban mata uang negara berkembang—namun rupiah ternyata menjadi yang paling terpukul.

Yang lebih mengkhawatirkan, depresiasi rupiah kali ini menjadi yang terdalam di kawasan Asia Tenggara. Sejumlah negara tetangga seperti Vietnam, Filipina, bahkan India, menunjukkan ketahanan ekonomi yang jauh lebih baik, meski menghadapi tekanan global serupa.

Kinerja BI disorot tajam

Ekonom dari UPN Veteran Jakarta, Achmad Nur Hidayat, mengkritik keras respons Bank Indonesia (BI) terhadap gejolak ini. Ia menilai BI terlalu mengandalkan narasi klasik bahwa faktor eksternal menjadi penyebab utama melemahnya nilai tukar rupiah.

Namun menurutnya, pernyataan tersebut tidak sepenuhnya benar, apalagi jika melihat bagaimana negara lain dengan fundamental ekonomi yang kuat mampu mengurangi dampak tekanan global terhadap mata uang mereka.

"Ini bukan sekadar persoalan eksternal, melainkan ketidaksiapan BI dan pemerintah dalam membangun ketahanan ekonomi domestik yang tahan banting," ungkapnya di Jakarta, Senin (17/4/2025).

Langkah intervensi BI melalui pasar Non-Deliverable Forward (NDF) baru dilakukan setelah rupiah nyaris menyentuh Rp17.200 di pasar luar negeri.

Strategi ini dinilai Achmad hanya sebagai tindakan damage control yang minim hasil, alih-alih menjadi strategi pencegahan yang matang.

Ia menambahkan, sinyal kenaikan tarif dari AS sebenarnya sudah muncul sejak awal Maret 2025. Namun BI justru baru bertindak setelah situasi memburuk.

Padahal, menurutnya, bank sentral seharusnya sudah mengaktifkan protokol khusus untuk mengantisipasi gejolak tersebut lebih dini.

Perbandingan dengan negara tetangga

Achmad juga menyoroti perbedaan signifikan antara BI dengan bank sentral negara lain seperti Filipina. Bank Sentral Filipina (BSP), contohnya, sejak awal Februari 2025 sudah memperkuat cadangan devisa melalui kontrak forward, merespons ancaman tarif dari AS.

Hasilnya, peso Filipina hanya melemah 6,8 persen dalam periode 1 Februari hingga 7 April 2025. Sebaliknya, rupiah terdepresiasi hingga 13,2 persen pada periode yang sama.

"Sementara rupiah merosot 13,2 persen di periode yang sama. BI, di sisi lain, bereaksi DNDF setelah depresiasi besar terjadi—bukti nyata ketidaksiapan," tandas Achmad Nur.

Evaluasi diperlukan, ada dugaan korupsi?

Meski diakui bahwa kebijakan moneter bersifat kompleks dan sangat bergantung pada banyak faktor, perbedaan respons antar bank sentral bisa mencerminkan kualitas pengambilan kebijakan.

"Ada pengambil kebijakan (policy makers) yang tepat (smart) dan ada juga yang tidak tepat, itu semua diukur dari kinerja penurunan depresiasinya," ungkapnya.

Lebih lanjut, Achmad menegaskan bahwa tekanan yang dialami rupiah mencerminkan kinerja buruk BI dalam menjaga stabilitas.

Ia menyarankan agar kebijakan BI dievaluasi secara menyeluruh, mengingat sejumlah langkah yang ditempuh terbilang mahal namun tidak efektif.

Ia bahkan menyentil kemungkinan adanya penyimpangan dalam proses pengambilan kebijakan tersebut.

"Atau jangan-jangan ada korupsi di balik semua ini?" pungkasnya.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |