Hammad Hendra
Rabu, April 30, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Viral! pabrik China bongkar biaya produksi tas mewah, picu kontroversi perdagangan global. (Dok. Diamond Himalaya Birkin) |
PEWARTA.CO.ID - Ketegangan dalam hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China kini merambah ke dunia maya.
Di tengah meningkatnya tarif impor sebesar 145% yang diberlakukan AS terhadap produk dari China, para produsen China mengambil langkah baru: langsung mempromosikan produk mereka ke konsumen AS melalui media sosial, terutama TikTok.
Salah satu video yang menarik perhatian publik memperlihatkan seorang pria menunjukkan tas mirip Hermes Birkin.
Ia mengklaim bahwa biaya produksi tas tersebut di China kurang dari US$1.400 (sekitar Rp23 juta), jauh di bawah harga jual resmi Hermes yang mencapai US$38.000 (sekitar Rp640 juta).
Meski video tersebut telah dihapus dari TikTok, banyak pengguna yang kembali mengunggahnya.
Pria dalam video tersebut menyatakan bahwa pabriknya menggunakan bahan kulit dan perlengkapan yang serupa dengan Hermes, hanya saja tidak menyematkan logo merek ternama itu.
Tas versi mereka ditawarkan dengan harga sekitar US$1.000 (sekitar Rp16 juta).
Pihak Hermes menanggapi isu ini dengan tegas. Juru bicara perusahaan mengatakan bahwa seluruh produk tas Hermes dibuat sepenuhnya di Prancis, dan mereka tidak ingin memberikan komentar lebih lanjut.
Reaksi serupa datang dari merek internasional lainnya.
Juru bicara Birkenstock menegaskan bahwa seluruh produk mereka dirancang dan diproduksi di wilayah Uni Eropa.
Mereka juga mengonfirmasi bahwa video yang menampilkan tiruan produk mereka telah dihapus oleh TikTok pada 15 April 2025.
Adapun Lululemon, yang turut disasar dalam kampanye video viral ini, menyampaikan bahwa mereka tidak memiliki hubungan dengan pabrik-pabrik yang mengklaim membuat produk serupa.
Mereka memperingatkan publik agar berhati-hati terhadap barang palsu yang beredar.
Antusiasme konsumen AS terhadap produk China
Meskipun banyak konten viral dari produsen China telah dihapus, animo masyarakat Amerika terhadap produk murah dari Negeri Tirai Bambu justru meningkat.
Warga AS, termasuk sejumlah influencer, mulai menunjukkan dukungan terhadap produsen China, sebagai bentuk protes terhadap kebijakan tarif yang diterapkan pemerintahan Donald Trump.
Aplikasi belanja daring asal China seperti DHGate dan Taobao mencatat lonjakan unduhan signifikan di AS.
Pada minggu kedua April 2025, DHGate berhasil masuk dalam daftar 10 besar aplikasi yang paling banyak diunduh di App Store dan Google Play.
Konten dari para pedagang China, yang menampilkan barang-barang tiruan dengan harga terjangkau, telah meraih jutaan tayangan dan ribuan respons positif di TikTok dan Instagram.
Tren ini menunjukkan semakin besarnya rasa simpati warga AS terhadap China dalam konteks perang dagang yang berlangsung.
"Trump menginjak-injak negara yang salah. China menang dalam perang ini," kata salah satu netizen AS, dikutip dari The Economic Times, Jumat (25/4/2025).
Media sosial sebagai sarana diplomasi ekonomi
Di tengah meningkatnya tensi politik, media sosial menjadi ruang baru bagi komunikasi langsung antara produsen China dan konsumen AS.
Para pengguna di AS menjadikan TikTok sebagai wadah untuk menyuarakan protes terhadap kebijakan Trump, mirip dengan reaksi yang muncul saat isu pemblokiran TikTok mencuat.
"Fenomena ini mengaktivasi pandangan politik warga AS, sama seperti yang terjadi saat TikTok hendak diblokir. Saat ini konteksnya adalah tarif dan hubungan kedua negara secara umum," jelas Matt Pearl, direktur yang memantau isu teknologi di Center for Strategic and International Studies.
"Hal ini menunjukkan kemampuan komunikasi antara pedagang China dan konsumen AS, sekaligus memperlihatkan ketergantungan AS dengan barang-barang asal China," tambahnya.
Laporan dari analis Graphika, Margot Hardy, menyebutkan bahwa jumlah konten yang mendorong warga AS membeli langsung dari produsen China meningkat 250% dalam sepekan hingga 13 April 2025. Di TikTok, tagar #ChineseFactory digunakan dalam lebih dari 29.500 unggahan, sementara di Instagram tercatat 27.300 unggahan hingga 23 April 2025.
Para ahli ragukan klaim produksi barang mewah
Meski video-video tersebut viral, sejumlah pakar menyangsikan keaslian klaim para produsen.
Sucharita Kodali, analis ritel di Forrester, menilai kecil kemungkinan pabrik-pabrik yang bekerja sama dengan merek-merek ternama berani menjual langsung produk asli.
Menurutnya, produsen barang mewah biasanya terikat kontrak kerahasiaan yang ketat.
Pelanggaran perjanjian semacam itu dapat mengorbankan hubungan bisnis jangka panjang.
"Kepentingan Lululemon atau Chanel saat ini di China mungkin berada di urutan ke-100 dalam daftar hal-hal yang menjadi perhatian menteri perdagangan dan pejabat China di sana," ujar Kodali.
Kodali juga berpendapat bahwa para produsen tersebut kemungkinan tengah mencoba menghabiskan stok mereka sebelum tarif baru diberlakukan pada 2 Mei 2025 mendatang.
Konsumen AS jadi duta penjualan E-Commerce China
Salah satu contoh nyata dari tren ini adalah Elizabeth Henzie, seorang warga asal North Carolina, yang tertarik dengan perbandingan biaya produksi dan harga jual yang ditampilkan dalam video viral.
Ia menyusun daftar pabrik yang menjual tiruan sepatu, tas, dan produk lainnya, lalu membagikannya melalui profil TikTok-nya. Daftar tersebut telah ditonton lebih dari satu juta kali.
Kini, Henzie menjadi mitra afiliasi DHGate. Ia mendapatkan produk gratis dan komisi dari setiap pembelian melalui tautan yang ia bagikan.
Ia mengaku terkesan dengan solidaritas warga China terhadap konsumen Amerika.
"Melihat banyak negara yang bersatu untuk mencoba membantu konsumen AS telah menggenjot moral saya," kata Henzie.
"Meski kondisi di AS saat ini buruk, menurut saya hal ini mendorong warga untuk lebih solid," ia menjelaskan.
Pedagang China berebut perhatian
Di balik video-video viral ini, terdapat kegelisahan para pelaku industri di China.
Yu Qiule, seorang pemilik pabrik peralatan olahraga di Shandong, mengatakan bahwa ia mulai memproduksi konten TikTok sejak pertengahan Maret 2025 setelah banyak pesanan dibatalkan akibat kebijakan tarif.
Sementara itu, Louis Lv, manajer ekspor Hongye Jewelry Factory di Zhejiang, mengaku bahwa video-video perusahaan mereka mulai mendapat atensi sejak akhir 2024, bertepatan dengan penurunan penjualan domestik.
"Filosofi pebisnis China adalah kami akan pergi ke manapun bisnis berada," kata Louis.
Sementara TikTok, platform milik perusahaan China ByteDance, menyatakan bahwa mereka telah menghapus sejumlah video yang melanggar kebijakan terkait promosi produk palsu.
Instagram, di sisi lain, memilih tidak memberikan komentar terkait fenomena ini.