Mengenal Hafsa Rizqi, Coach Poligami yang Kontroversial: 'Saya Bantu Perempuan Sembuh dari Luka Emosional'

2 hours ago 2

Nimas Taurina

Nimas Taurina

Minggu, April 20, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

 'Saya Bantu Perempuan Sembuh dari Luka Emosional'
Hafsa Rizqi, pelatih poligami di Timur Tengah yang hangat menjadi sorotan warganet. (Dok. Hafsarizqi.com).

PEWARTA.CO.ID - Nama Hafsa Rizqi tengah menjadi perbincangan hangat di Timur Tengah dan dunia maya. Wanita asal Aljazair ini menyebut dirinya sebagai pelatih poligami, sebuah profesi yang belum lazim dan mengundang banyak kontroversi.

Namun di balik segala pro dan kontra, Hafsa mengklaim bahwa misinya adalah mulia: mendampingi perempuan khususnya para istri kedua untuk pulih dari luka emosional dan menemukan kebahagiaan dalam rumah tangga poligami.

Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Al Mashhad TV asal Lebanon, Hafsa yang kini berusia 31 tahun menjelaskan bahwa ia bukan hanya mendampingi para wanita dalam hubungan poligami, tetapi juga memberikan pembekalan bagi para suami agar mampu membina rumah tangga yang harmonis.

“Saya melatih para wanita melalui fase-fase sulit dalam kehidupan poligami, dan saya juga membimbing para suami tentang cara membangun rumah tangga yang stabil yang dipenuhi dengan kedamaian, kebahagiaan, dan cinta,” ujarnya.

Sebagai istri kedua sendiri, Hafsa mengaku memahami betul tekanan emosional yang sering dialami perempuan dalam sistem pernikahan semacam ini.

Mengklaim diri sebagai pelatih poligami pertama di dunia Arab, Hafsa menawarkan pelatihan dan kursus yang difokuskan untuk membantu perempuan keluar dari jerat sakit hati. Tujuannya adalah membuat mereka kembali merasa berdaya dan bahagia meskipun berada dalam posisi sulit.

Ia menyebut sebagian besar kliennya adalah para istri kedua. Fenomena yang menurutnya semakin umum terjadi, termasuk dalam konteks pernikahan rahasia. Ketidakhadiran suami secara penuh dan konflik dengan istri pertama menjadi sumber utama stres emosional yang dialami para kliennya.

“Istri kedua sering kali menderita karena kehadiran dan ketegangan suami mereka yang terbatas dengan istri pertama,” jelas Hafsa.

Meskipun banyak pihak mengecam langkahnya karena dianggap mendukung poligami, Hafsa bersikeras bahwa tujuannya bukan mempromosikan praktik tersebut, melainkan menawarkan solusi bagi perempuan yang sudah terlibat dalam hubungan semacam itu.

Saat ini, Hafsa tengah menempuh studi di bidang psikologi di salah satu universitas di London. Ia memadukan teori-teori ilmiah dengan pengalaman pribadinya selama enam tahun menjalani kehidupan rumah tangga poligami.

Tak hanya dari sisi akademis, Hafsa juga mengandalkan pendekatan emosional yang empatik kepada para peserta kursusnya. Tak heran, jadwal pelatihannya dilaporkan telah penuh hingga tiga atau empat bulan ke depan, membuktikan bahwa pendekatannya mendapat sambutan, meski tidak lepas dari kritik.

Dalam pandangannya yang unik, Hafsa menyatakan bahwa seorang pria bisa mencintai lebih dari satu perempuan dalam waktu yang sama. Menurutnya, pemahaman inilah yang mulai diterima oleh banyak kliennya.

“Seorang pria dapat mencintai dua orang atau lebih,” kata Hafsa, menegaskan keyakinannya yang menjadi landasan kursus pelatihannya.

Kehadiran Hafsa di ruang publik telah memicu perdebatan luas. Di satu sisi, ia dianggap membuka ruang pembicaraan yang lebih jujur dan realistis tentang dampak emosional dari poligami. Namun di sisi lain, sejumlah pihak menuduhnya secara tidak langsung menormalisasi praktik yang masih menuai polemik dalam banyak komunitas.

Dalam Islam, poligami memang diperbolehkan hingga empat istri, namun dengan syarat utama: keadilan mutlak. Jika seorang pria tidak mampu berlaku adil, maka Al-Quran menganjurkan untuk menikah hanya dengan satu perempuan.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |