Hammad Hendra
Selasa, Mei 13, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Presiden China, Xi Jinping (kiri) dan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump (kanan). (Dok. Instagram.com/@xi.jinping_cn - @potus) |
PEWARTA.CO.ID - Setelah melalui proses negosiasi intensif selama dua hari di Jenewa, Swiss, Amerika Serikat dan China akhirnya menyepakati penurunan tarif impor menjadi 10 persen.
Perundingan yang berlangsung pada Sabtu dan Minggu (10–11 Mei 2025) tersebut menjadi titik balik dalam hubungan dagang kedua negara yang sebelumnya memanas akibat saling balas tarif.
Kesepakatan ini diumumkan secara resmi melalui pernyataan pemerintah AS yang diunggah di situs resmi Gedung Putih pada Senin sore (12/5/2025).
Dalam pernyataan tersebut, kedua negara menyetujui pemberlakuan tarif impor sebesar 10 persen selama periode jeda, serta serangkaian tindakan tambahan untuk meredakan ketegangan dagang yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.
"Kedua pihak akan mengambil tindakan ini paling lambat tanggal 14 Mei 2025. Kesepakatan perdagangan ini merupakan kemenangan bagi AS yang menunjukkan keahlian Presiden Trump yang tak tertandingi dalam mengamankan kesepakatan yang menguntungkan rakyat Amerika," demikian bunyi keterangan Gedung Putih.
Langkah-langkah yang akan diambil China dan AS
Sebagai tindak lanjut, pemerintah China berkomitmen pada dua hal utama.
Pertama, mereka akan mencabut tarif pembalasan yang diumumkan sejak 4 April 2025, serta menghentikan langkah-langkah non-tarif yang diberlakukan sejak 2 April 2025.
Kedua, China juga akan menangguhkan tarif awal sebesar 34 persen terhadap barang-barang asal AS selama 90 hari, namun tetap menerapkan tarif 10 persen dalam masa jeda tersebut.
Sementara itu, AS juga akan melakukan dua penyesuaian penting.
Pertama, mereka akan menghapus tarif tambahan yang diberlakukan terhadap produk China pada 8 dan 9 April 2025.
Namun, tarif yang telah dikenakan sebelum 2 April 2025 tetap akan berlaku, termasuk tarif berdasarkan Bagian 301, Bagian 232, dan tarif dalam rangka darurat nasional fentanil berdasarkan Undang-Undang Kekuatan Ekonomi Darurat Internasional.
Langkah kedua dari pihak AS adalah menangguhkan tarif balasan sebesar 34 persen yang dikenakan pada 2 April 2025 selama 90 hari.
Namun, sama seperti China, AS akan tetap mempertahankan tarif sebesar 10 persen sepanjang periode jeda tersebut.
Menurut pernyataan resmi, kebijakan tarif baru ini bertujuan untuk memperkuat industri domestik, membangun rantai pasokan yang lebih tangguh, serta memastikan perlindungan terhadap tenaga kerja lokal.
Kerja sama dalam penanggulangan Fentanil
Selain isu perdagangan, kedua negara juga menyepakati kerja sama dalam upaya menghentikan penyelundupan fentanil dan bahan-bahan prekursor lainnya dari China.
Obat-obatan tersebut akan diarahkan kembali kepada produsen farmasi resmi di Amerika Utara, sebagai bagian dari upaya menanggulangi krisis opioid.
Sebagai bentuk komitmen terhadap stabilitas ekonomi jangka panjang, AS dan China sepakat untuk membentuk mekanisme khusus guna melanjutkan diskusi strategis di bidang perdagangan dan ekonomi.
Latar belakang ketegangan perdagangan
Sebelum kesepakatan ini tercapai, ketegangan dagang antara AS dan China telah berlangsung lama.
Presiden AS Donald Trump sempat memberlakukan tarif tinggi terhadap barang-barang asal China, dengan total bea masuk mencapai 145 persen dan pada beberapa produk bahkan menembus angka 245 persen.
Sebagai balasan, China pun mengenakan tarif hingga 125 persen terhadap produk-produk dari AS.
Kedua negara sempat menunjukkan niat untuk meredakan ketegangan, namun tidak ada yang ingin mengambil langkah terlebih dahulu.
Negosiasi langsung yang berlangsung di Jenewa pada akhir pekan lalu menjadi momentum penting untuk keluar dari kebuntuan.
Delegasi AS dalam pertemuan tersebut dipimpin oleh Menteri Keuangan Scott Bessent dan Perwakilan Dagang Jamieson Greer, sementara dari pihak China diwakili langsung oleh Perdana Menteri He Lifeng.
Dalam penutup pernyataan Gedung Putih disebutkan bahwa defisit perdagangan barang antara AS dan China mencapai 295,4 miliar dolar pada tahun 2024, yang merupakan defisit terbesar AS dengan mitra dagang mana pun.
"Perjanjian (kesepakatan) hari ini berupaya mengatasi ketidakseimbangan ini untuk memberikan manfaat nyata dan berkelanjutan bagi pekerja, petani, dan bisnis Amerika," tambah keterangan Gedung Putih.