BI Pangkas Suku Bunga, Apa Risiko dan Peluang bagi Rupiah?

1 day ago 31

Hammad Hendra

Hammad Hendra

Minggu, Juni 01, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

BI Pangkas Suku Bunga, Apa Risiko dan Peluang bagi Rupiah?
Ilsutrasi. BI pangkas suku bunga, apa risiko dan peluang bagi rupiah?. (Dok. Ist)

PEWARTA.CO.IDBank Indonesia (BI) secara resmi memangkas suku bunga acuan (BI-Rate) menjadi 5,50%, sebuah keputusan yang mencerminkan sikap responsif terhadap arah pelonggaran kebijakan moneter global serta kepercayaan terhadap ketahanan ekonomi domestik.

Langkah ini memunculkan beragam reaksi di pasar, terutama karena terjadi di tengah tren penguatan dolar Amerika Serikat (AS) secara global. Situasi ini memunculkan pertanyaan besar: bagaimana dampaknya terhadap nilai tukar rupiah?

Dampak penurunan suku bunga terhadap nilai tukar

Menurut Josua Pardede, Chief Economist di Permata Bank, keputusan BI menurunkan suku bunga bisa berdampak pada melemahnya nilai tukar rupiah, terutama jika pelaku pasar tidak memiliki ekspektasi yang terkendali.

"Secara eksternal, penurunan BI-Rate bisa memberi tekanan terhadap nilai tukar rupiah jika tidak diimbangi oleh ekspektasi pasar yang terjaga," ujarnya kepada Liputan6.com, dikutip Sabtu (31/5/2025).

Kondisi global menunjukkan bahwa indeks dolar AS (DXY) yang menjadi tolok ukur kekuatan dolar terhadap mata uang utama lainnya mengalami kenaikan mingguan sebesar 0,22%, dari 99,11 menjadi 99,33.

Stabilitas tetap terjaga?

Meski ada tekanan dari eksternal, Josua menjelaskan bahwa risiko terhadap nilai tukar rupiah masih berada dalam batas yang aman.

Beberapa faktor mendukung hal ini, seperti meningkatnya cadangan devisa nasional dan kembalinya aliran modal asing ke pasar domestik.

"Dengan demikian, risiko depresiasi rupiah masih dalam batas terkendali," tambahnya.

Namun, ia juga menekankan pentingnya kewaspadaan.

Jika rupiah mengalami pelemahan yang cukup signifikan, akan ada dampak lanjutan, khususnya pada sektor yang bergantung pada impor.

Sektor manufaktur dan infrastruktur, misalnya, berpotensi menghadapi kenaikan biaya akibat ketergantungan pada barang modal dari luar negeri.

Di sisi lain, industri ekspor dapat diuntungkan dengan peningkatan daya saing harga produknya, terutama komoditas dan produk manufaktur.

Meski demikian, Josua mengingatkan bahwa peluang tersebut tetap bergantung pada dua hal utama: permintaan global dan potensi hambatan tarif di negara tujuan ekspor.

Kebijakan BI dan respons lembaga keuangan lain

Langkah Bank Indonesia menurunkan BI-Rate dipandang sebagai strategi yang proaktif, terutama dengan mempertimbangkan arah kebijakan The Fed yang diprediksi akan melonggarkan suku bunga pada paruh kedua tahun 2025.

"Selain itu, inflasi yang tetap terkendali dalam kisaran target BI (di bawah 3%) memberikan ruang pelonggaran kebijakan," ujar Josua.

Kondisi ini membuka ruang bagi BI untuk menyesuaikan kebijakan moneter dengan perkembangan situasi global dan domestik.

Sementara itu, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pun ikut menyesuaikan arah kebijakannya dengan menurunkan Tingkat Bunga Penjaminan (TBP).

Keputusan ini sejalan dengan tren penurunan bunga simpanan bank yang terjadi selama dua bulan terakhir.

Kondisi likuiditas perbankan yang longgar menjadi alasan lain di balik keputusan tersebut.

Penyesuaian TBP dilakukan guna menciptakan kesinambungan antara stabilitas sistem keuangan dan dinamika pasar yang sedang berlangsung.

Dorongan terhadap kredit dan aktivitas ekonomi

Penurunan suku bunga acuan dan TBP dinilai bisa menjadi pendorong permintaan kredit, terutama dari sektor-sektor yang sensitif terhadap perubahan suku bunga, seperti UMKM dan usaha padat karya.

"Penurunan BI-Rate dan TBP berpotensi mendorong permintaan kredit, terutama dari sektor UMKM dan padat karya yang sensitif terhadap suku bunga," ungkap Josua.

Dengan biaya pinjaman yang lebih terjangkau, pelaku usaha kecil bisa lebih mudah mendapatkan akses pembiayaan untuk mengembangkan usaha, menjaga arus kas, atau menyesuaikan diri terhadap kenaikan biaya operasional seperti upah dan harga bahan baku.

Selain itu, penurunan bunga juga dapat membantu sektor padat karya untuk menjaga tenaga kerja yang ada dan meningkatkan kapasitas produksi, sehingga turut mempercepat pemulihan konsumsi rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja.

Secara keseluruhan, langkah pelonggaran suku bunga oleh BI dan respons kebijakan dari LPS menunjukkan sinyal positif terhadap prospek ekonomi nasional.

Namun demikian, pelaku pasar dan dunia usaha tetap perlu mewaspadai dinamika global, terutama dari sisi nilai tukar dan permintaan internasional.

Keseimbangan antara menjaga stabilitas rupiah dan mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi tantangan utama ke depan.

Dalam situasi seperti ini, kolaborasi kebijakan antara lembaga moneter, fiskal, dan sektor keuangan akan sangat menentukan arah perekonomian nasional.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |