Harga Ayam Meroket Usai Pemerintah Turun Tangan, Peternak Akhirnya Bisa Tersenyum

14 hours ago 6

Pewarta Network

Pewarta Network

Jumat, Mei 02, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

Harga Ayam Meroket Usai Pemerintah Turun Tangan, Peternak Akhirnya Bisa Tersenyum
Dokumentasi - Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementan Agung Suganda (kiri) mengecek peternakan ayam. (Dok. ANTARA).

PEWARTA.CO.ID - Harga ayam hidup yang sempat anjlok kini mulai merangkak naik, menyusul serangkaian intervensi strategis yang digulirkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan). Pemerintah memperketat pengawasan distribusi dan produksi guna memastikan stabilitas pasokan dan melindungi para peternak dari kerugian.

Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementan, Agung Suganda, mengungkapkan bahwa sebelumnya harga ayam hidup sempat terperosok hingga Rp13.000 per kilogram. Namun, Kementan tak tinggal diam dan segera mengambil langkah nyata untuk membenahi situasi.

“Terkait harga ayam hidup yang sempat jatuh ke kisaran Rp13.000 per kg, Kementan telah melakukan sejumlah langkah intervensi,” kata Agung Suganda di Jakarta, Jumat (2/5/2025).

Beragam langkah diambil pemerintah, mulai dari pengendalian produksi anak ayam (DOC final stock), hingga kebijakan afkir indukan yang tidak produktif. Tak hanya itu, Kementan juga mendorong perusahaan integrator, pembibit, pabrik pakan, serta importir bahan baku untuk membeli ayam hidup dari peternak kecil dengan bobot di atas 2,4 kg, minimal seharga Rp17.000 per kilogram.

Upaya tersebut terbukti ampuh. Saat ini, harga ayam hidup di pasaran telah naik ke kisaran Rp17.000 hingga Rp19.000 per kilogram. Pemerintah menargetkan harga ini bisa segera menembus Rp21.000, mendekati harga acuan ideal di angka Rp23.000 per kilogram.

Kementan juga menerbitkan surat edaran yang melarang penjualan telur tetas untuk konsumsi. Kebijakan ini bertujuan menjaga kestabilan harga telur ayam ras serta mencegah kepanikan pasar yang bisa menurunkan harga secara drastis.

“Larangan ini bertujuan untuk mencegah efek psikologis pasar yang dapat menekan harga telur konsumsi,” ujarnya.

Langkah-langkah tersebut menjadi bagian dari pelaksanaan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2024 yang dirancang untuk menata sistem perdagangan unggas secara adil dan efisien. Regulasi ini mengharuskan pelaku usaha besar dengan produksi lebih dari 60 ribu ekor per minggu untuk memiliki Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU), agar produk unggas dapat dipasarkan dalam bentuk olahan yang lebih higienis dan bernilai jual tinggi.

Pemerintah juga menggencarkan koordinasi dengan pemerintah daerah dan para pelaku usaha agar distribusi ayam tak lagi bertumpu pada produk hidup di pasar tradisional, melainkan diarahkan ke produk olahan yang lebih stabil dari sisi harga dan kualitas.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |