Pewarta Network
Rabu, April 30, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Kepala Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan Agung Amir Yanto berbicara dengan awak media di Gedung Rupbasan Jakarta Timur, Jakarta Timur, Rabu (30/4/2025). (Dok. ANTARA). |
PEWARTA.CO.ID - Badan Pemulihan Aset (BPA) Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan bahwa barang-barang sitaan negara yang disimpan di Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) dijaga dengan maksimal agar tidak mengalami penurunan nilai ekonomi, meskipun berbagai tantangan teknis dan anggaran masih dihadapi.
Penegasan ini disampaikan Kepala BPA Kejagung, Amir Yanto, saat menghadiri kegiatan resmi di Gedung Rupbasan, Jakarta Timur, Rabu (30/4/2025), sebagai respons atas kritik publik mengenai pengelolaan barang sitaan yang dinilai belum optimal.
Amir mengakui bahwa merawat barang-barang sitaan, terutama yang bernilai tinggi seperti mobil mewah, memerlukan biaya besar dan perhatian khusus.
“Kira-kira satu mobil itu biayanya sekitar Rp5 juta per bulan. Bayangkan saja kalau misalnya ratusan mobil kemudian mungkin (disimpan) selama beberapa tahun,” ujar Amir.
Menurutnya, biaya tinggi tersebut menjadi tantangan utama dalam mempertahankan nilai ekonomis barang-barang sitaan. Untuk itu, pihaknya tengah menyusun strategi khusus agar barang sitaan, seperti kendaraan mewah, tidak kehilangan nilai akibat lama disimpan tanpa perawatan memadai.
“Kami mencari formulasi yang baik sehingga mobil itu kalau bisa tidak turun nilainya. Jadi, memang banyak hal yang harus diselesaikan,” tambah Amir.
Pada kesempatan yang sama, BPA Kejagung secara resmi mengambil alih pengelolaan Rupbasan dari Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas). Proses pengalihan tersebut ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman antara kedua institusi.
Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan, Bambang Sugeng Rukmono, menyebut langkah ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk memperkuat sistem peradilan pidana. Selain itu, pengalihan ini juga berkaitan erat dengan rencana pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset dan revisi terhadap Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Sebagai dominus litis, jaksa memiliki peran sentral dalam menjaga keutuhan barang bukti sejak tahap penyidikan hingga pelaksanaan putusan pengadilan. Oleh karena itu, pengelolaan rupbasan harus menjamin agar nilai pembuktian dan ekonomis barang sitaan tetap terjaga,” tegas Bambang.
Ia menekankan bahwa pengelolaan barang sitaan bukan sekadar urusan administratif, melainkan berkaitan langsung dengan proses pembuktian hukum di pengadilan yang harus dijalankan secara profesional dan akuntabel.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Imipas, Asep Kurnia, menjelaskan bahwa pengalihan ini bertujuan menyederhanakan alur kerja antar lembaga dan menghindari tumpang tindih wewenang dalam pengelolaan barang bukti serta barang rampasan negara.
“Kami berharap pengalihan ini menciptakan sinergi yang lebih kuat bagi kejaksaan dalam pengelolaan barang bukti dan rampasan negara, mulai dari penyitaan hingga eksekusi putusan pengadilan,” kata Asep.
Langkah ini juga dinilai akan mendorong peningkatan akuntabilitas dalam pengelolaan aset negara yang berasal dari proses hukum, sehingga dapat memberikan manfaat maksimal baik dari sisi pembuktian maupun nilai ekonomisnya.
Ke depan, BPA Kejagung direncanakan akan menyusun kebijakan perawatan barang sitaan berbasis efisiensi dan teknologi. Strategi ini mencakup pemetaan kebutuhan perawatan tiap jenis barang, pemanfaatan sistem digital untuk monitoring kondisi barang, serta kolaborasi dengan pihak ketiga untuk perawatan sementara.
Dengan pengelolaan yang lebih terpusat di bawah Kejagung, diharapkan barang sitaan yang bernilai tinggi dapat dipertahankan kualitasnya hingga proses hukum tuntas, sehingga aset tersebut tetap memiliki nilai jual tinggi ketika harus dilelang atau dikembalikan sesuai keputusan pengadilan.