Hammad Hendra
Sabtu, Mei 03, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi. (Dok. Liputan6) |
Jakarta, Pewarta.co.id – Meningkatnya pengaruh para influencer dalam membentuk opini publik mengenai produk dan layanan keuangan mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengambil langkah tegas.
OJK kini tengah menyusun regulasi khusus guna mengawasi aktivitas para tokoh media sosial yang menyampaikan informasi seputar dunia keuangan.
Fenomena ini menjadi sorotan setelah banyak masyarakat lebih mempercayai informasi dari influencer ketimbang sumber resmi seperti regulator maupun institusi keuangan.
Hal ini disampaikan langsung oleh Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK.
“Jadi memang tren di masyarakat itu sekarang mereka itu lebih cenderung, memang lebih percaya kepada pendapat dari para Influencer ini. Jadi kalau yang berbicara mungkin regulator ya, mereka bilang ah bukan regulator. Kalau yang berbicara perusahaan, ah itu kan iklan,” kata perempuan yang akrab disapa Kiki, Jumat (2/5/2025).
Melihat kondisi ini, OJK menilai pentingnya pendekatan proaktif terhadap influencer. Edukasi menjadi kunci, agar mereka mampu menyampaikan informasi keuangan secara akurat dan tidak menyesatkan.
OJK telah melakukan berbagai kegiatan sosialisasi untuk memberikan pemahaman kepada para konten kreator ini mengenai industri keuangan.
"Kesimpulan dari penemuan itu adalah para influencer ini harus didampingi, harus ditemani ya, tidak boleh dijadikan seperti oh itu berseberangan dengan regulator, tidak seperti itu. Tapi justru harus kita kawal, kita dampingin, kita berikan edukasi, supaya mereka menyampaikan informasi yang benar kepada masyarakat,” ungkapnya.
Namun, Kiki juga mengingatkan bahwa penyampaian informasi oleh influencer yang tidak dibekali pengetahuan cukup bisa menjadi bumerang. Kesalahan penyampaian, apalagi dalam konteks keuangan, dapat menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat.
Terlebih jika seorang influencer tanpa sadar atau bahkan sengaja mempromosikan aktivitas ilegal.
“Yang berbahaya adalah ketika mereka yang mengatakan dirinya sebagai Influencer ini, tanpa pengetahuan yang cukup ya, bahkan tidak memiliki pengetahuan yang cukup, tetapi mereka menyampaikan himbauan-himbauan dan lain-lain yang kemudian justru menyesatkan,” jelasnya.
Guna menanggulangi risiko tersebut, OJK saat ini sedang menyiapkan aturan khusus mengenai peran influencer di sektor jasa keuangan.
Meski pengaturan serupa sudah diterapkan di pasar modal, untuk sektor lainnya regulasi masih dalam tahap pengembangan.
"Jadi kita saat ini sedang merancang skema pengaturan dan pengawasan atas perilaku influencer,” tegas Kiki.
Langkah ini, menurutnya, merupakan bagian dari mandat OJK dalam melindungi masyarakat.
OJK juga berencana melibatkan berbagai pihak dalam perumusan regulasi ini, termasuk kalangan media dan para influencer sendiri, agar kebijakan yang dihasilkan bersifat inklusif dan efektif.
Di luar itu, OJK terus menggencarkan edukasi kepada masyarakat luas melalui Satgas PASTI (Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal), yang bersinergi dengan 20 kementerian dan lembaga negara.
Fokus utama sosialisasi meliputi bahaya investasi bodong dan jeratan pinjaman online ilegal.
“Kami sudah melakukan 2.700 lebih kegiatan edukasi yang menyampaikan bahaya penjualan ilegal, menyampaikan bahaya over-indebtedness, kebanyakan hutang dan lain-lain,” ungkapnya.