Nimas Taurina
Kamis, Mei 01, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia (tengah) memberi keterangan ketika ditemui dalam kunjungan kerjanya di Senipah, Kalimantan Timur, Rabu (30/4/2025). (Dok. ANTARA). |
PEWARTA.CO.ID - Pemerintah mengambil langkah tegas untuk mengamankan pasokan gas bumi dalam negeri. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa sebagian jatah ekspor gas akan dialihkan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Kebijakan ini diambil sebagai respons atas proyeksi defisit gas nasional yang diperkirakan akan terjadi selama periode 2025 hingga 2035.
“Maka sebagian yang jatahnya harus diekspor, kami untuk sementara memenuhi dulu kebutuhan dalam negeri,” ujar Bahlil saat melakukan kunjungan kerja di Senipah, Kalimantan Timur, Rabu (1/5/2025).
Langkah ini merupakan bagian dari strategi pemerintah untuk menghindari ketergantungan pada impor gas bumi, yang dianggap sebagai pilihan terakhir jika defisit tak bisa ditutupi oleh produksi nasional.
Bahlil juga menegaskan bahwa tahun 2026 diprediksi menjadi masa paling berat bagi sektor gas Indonesia. Ia menyebut bahwa saat itu lifting atau produksi gas akan mulai meningkat, namun tekanan akibat defisit sudah akan terasa signifikan.
“2026–2027 saya pikir mulai lifting gas kita, produksi kita mulai naik. 2026 saya pikir tahun yang ujian,” ungkapnya.
Menurut Bahlil, kondisi ini tak lepas dari kesalahan dalam perencanaan masa lalu, terutama dalam proyeksi kebutuhan gas dalam negeri yang ternyata lebih besar dari estimasi awal.
Senada dengan itu, Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk, Arief Setiawan Handoko, dalam rapat bersama Komisi VII DPR RI mengungkapkan bahwa Indonesia telah memasuki masa defisit gas sejak 2025, akibat menurunnya produksi secara alami dari lapangan gas yang ada tanpa diimbangi penemuan cadangan baru.
“Kondisi defisit ini sudah terjadi sejak 2025 dan ini dipengaruhi atau disebabkan utamanya karena penurunan natural atau natural declining dari pemasok yang belum dapat diimbangi dengan temuan cadangan dan produksi dari lapangan gas bumi baru,” jelas Arief di Senayan, Senin (28/4).
Arief menyebut bahwa tren penurunan pasokan gas sudah mulai dirasakan di beberapa wilayah, seperti Sumatera bagian selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sementara Sumatera bagian utara diprediksi mulai terdampak pada 2028.
Data mencatat, pada 2024 ini, defisit pasokan gas di kawasan Sumatera Selatan hingga Jawa Barat mencapai 177 juta kaki kubik standar per hari (MMscfd). Jumlah ini diprediksi meningkat menjadi 513 MMscfd pada 2035 bila tidak ada tindakan korektif.
Melihat kondisi tersebut, Arief menekankan pentingnya diversifikasi sumber pasokan energi, termasuk melalui regasifikasi LNG domestik sebagai solusi jangka panjang.