Nimas Taurina
Selasa, Mei 27, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Ilustrasi - Suasana kerja PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex. (Dok. Liputan6.com). |
PEWARTA.CO.ID - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, menepis kabar bahwa perusahaan-perusahaan pelat merah akan segera turun tangan menyelamatkan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), yang kini tengah menghadapi masalah keuangan serius.
Dalam pernyataannya, Erick menyebut hingga kini belum ada rencana konkrit dari pihak BUMN untuk menyuntikkan dana ataupun melakukan akuisisi terhadap perusahaan tekstil raksasa tersebut.
“Belum,” kata Erick singkat, seperti dikutip pada Selasa (27/5/2025).
Namun, ia juga tidak menutup sepenuhnya kemungkinan keterlibatan BUMN di kemudian hari. Menurut Erick, peluang bisa saja terbuka jika ada aset milik Sritex yang dianggap strategis atau menarik untuk diambil alih.
“Kalau BUMN diberi kesempatan untuk melakukan bantuan. Misalnya, kita melihat asetnya ada yang menarik, ya kita coba,” ujarnya menambahkan.
Pernyataan ini muncul di tengah kekhawatiran sejumlah pihak mengenai nasib ribuan karyawan Sritex serta dampak ekonomi yang bisa terjadi apabila perusahaan tersebut tidak mendapat suntikan bantuan atau solusi restrukturisasi.
Sritex sendiri saat ini dalam proses kepailitan, dan daftar tagihan dari para kreditur sudah dirilis oleh Tim Kurator. Nilai utang yang membelit perusahaan asal Sukoharjo, Jawa Tengah ini pun tidak tanggung-tanggung, mencapai Rp 29,8 triliun.
Dalam laporan kurator, terdapat 94 kreditur konkuren, 349 kreditur preferen, dan 22 kreditur separatis. Sejumlah instansi pemerintah juga masuk dalam daftar piutang, termasuk Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo yang memiliki tagihan sebesar Rp 28,6 miliar kepada Sritex.
Tak hanya itu, Bea Cukai Surakarta turut menagih sebesar Rp 189,2 miliar, sementara PT PLN Jawa Tengah-DIY sebagai kreditur konkuren juga tercatat masih belum menerima pembayaran sebesar Rp 43,6 miliar dari Sritex.
Situasi ini menempatkan Sritex di titik kritis. Meski perusahaan pernah berjaya sebagai salah satu pemain utama di industri tekstil dalam negeri, beban utang yang besar serta ketidakpastian arah penyelamatan membuat masa depannya masih penuh tanda tanya.
Meski belum ada langkah resmi dari pemerintah, publik kini menantikan keputusan strategis apakah negara akan turut campur dalam menyelamatkan aset industri nasional seperti Sritex, atau membiarkan mekanisme pasar dan hukum berjalan sebagaimana mestinya.