OJK Siap Lawan Arisan Online Bodong dan Penipuan Digital yang Kian Marak

1 day ago 11

Nimas Taurina

Nimas Taurina

Selasa, Mei 27, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

OJK Siap Lawan Arisan Online Bodong dan Penipuan Digital yang Kian Marak
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi. (Dok. Liputan6.com).

PEWARTA.CO.ID - Ancaman penipuan digital di sektor jasa keuangan Indonesia terus meningkat seiring pesatnya perkembangan teknologi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengambil langkah tegas dengan menyiapkan strategi untuk menghadapi gelombang kejahatan siber, termasuk maraknya arisan online bodong yang menyasar masyarakat luas.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyebutkan bahwa modus kejahatan kini jauh lebih kompleks dan beragam, tidak hanya menyasar institusi, tapi juga individu dari berbagai latar belakang.

"Kejahatan di sektor perbankan saat ini semakin kompleks, terutama dengan meningkatnya pemanfaatan teknologi digital," ujar Friderica dalam jawaban tertulis pada Rapat Dewan Komisioner OJK, Selasa (27/5/2025).

Berbagai teknik penipuan seperti phishing, social engineering, skimming, carding, hingga pembajakan akun melalui teknik SIM swap makin sering terjadi. Pelaku mengeksploitasi celah dalam sistem keamanan serta kelengahan pengguna demi mendapatkan informasi dan dana secara ilegal.

Tak hanya itu, penipuan investasi fiktif dan pinjaman online ilegal juga merebak dengan menggunakan nama-nama lembaga keuangan resmi untuk menipu korban. Salah satu fenomena yang paling meresahkan adalah maraknya arisan online ilegal yang kerap menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat.

"Arisan online semacam ini sering menyasar kelompok rentan seperti ibu rumah tangga dan generasi muda, dengan memanfaatkan rasa percaya antar peserta sebagai celah untuk menjalankan skema piramida atau ponzi," jelas Friderica.

Skema ponzi semacam ini tidak hanya menimbulkan kerugian finansial, tapi juga konflik sosial di antara peserta. Dalam banyak kasus, kepercayaan antar anggota dimanfaatkan untuk menarik lebih banyak korban sebelum akhirnya dana hilang tanpa jejak.

Meski lembaga keuangan telah menerapkan sistem keamanan berlapis dan mengikuti regulasi perlindungan data pribadi, kebocoran data tetap bisa terjadi. Banyak dari kasus ini bermula dari kurangnya kewaspadaan nasabah saat memberikan informasi penting kepada pihak yang tidak berwenang.

"Risiko semakin tinggi karena pelaku kejahatan digital semakin canggih, dan banyak masyarakat yang masih belum memiliki literasi digital serta keuangan yang memadai," lanjutnya.

Artinya, keberhasilan upaya perlindungan konsumen tidak bisa hanya diserahkan kepada institusi keuangan. Peran serta masyarakat sangat penting, terutama dalam memahami risiko digital serta mengenali modus-modus penipuan yang kerap berganti wajah.

Sebagai langkah strategis, OJK telah menerbitkan POJK No. 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan. Regulasi ini didesain dengan tujuh prinsip pelindungan konsumen, termasuk transparansi informasi, perlindungan data pribadi, serta mekanisme pengaduan yang adil dan efektif.

Regulasi tersebut juga memberi kewenangan kepada OJK untuk mengambil langkah hukum atas nama konsumen yang dirugikan akibat pelanggaran.

Di luar regulasi, OJK gencar menjalankan edukasi keuangan ke berbagai lapisan masyarakat. Program edukasi ini disalurkan lewat media sosial, kampanye publik, hingga kerja sama dengan institusi pendidikan dan komunitas lokal.

"Salah satu fokus utama edukasi adalah meningkatkan kewaspadaan terhadap penipuan digital, termasuk arisan online ilegal, agar masyarakat lebih siap menghadapi risiko di era keuangan digital yang terus berkembang," pungkas Friderica.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |