Amerika Keluar dari UNESCO Gegara Keanggotaan Palestina, Trump: Tak Sesuai Kebijakan AS

2 days ago 15

Redaksi Pewarta.co.id

Redaksi Pewarta.co.id

Rabu, Juli 23, 2025

Perkecil teks Perbesar teks

 Tak Sesuai Kebijakan AS
Presiden AS, Donald Trump, menarik keluar keanggotaan Amerika di UNESCO karena keberadaan Palestina. (Dok. Ist)

PEWARTA.CO.ID — Amerika Serikat kembali mengundurkan diri dari Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO).

Keputusan tersebut diumumkan pemerintahan Presiden Donald Trump pada Selasa (22/7/2025), dan akan mulai berlaku efektif pada Desember 2026.

Langkah itu diambil setelah Trump menilai keanggotaan Palestina di UNESCO bertentangan dengan kepentingan nasional Negeri Paman Sam.

Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, mengungkapkan bahwa partisipasi Palestina sebagai anggota aktif di UNESCO telah mencederai kebijakan luar negeri AS.

Dalam pernyataannya, Bruce menyebut bahwa pengakuan terhadap Palestina memperkeruh suasana dan memperkuat sentimen anti-Israel di lembaga tersebut.

“Mengakui ‘Negara Palestina’ sebagai Negara Anggota sangat bermasalah, bertentangan dengan kebijakan AS, dan berkontribusi pada maraknya retorika anti-Israel di dalam organisasi tersebut,” ujarnya, dikutip dari Al Jazeera.

Lebih lanjut, Bruce menyoroti arah kebijakan UNESCO yang dianggap terlampau ideologis. Ia menyebut bahwa tujuan badan tersebut, seperti pengentasan kemiskinan, kesetaraan gender, dan penanggulangan perubahan iklim, merupakan bagian dari agenda “globalis” yang tidak sejalan dengan prinsip “America First” yang diusung Trump.

Bukan kali pertama AS mundur dari UNESCO

Langkah ini bukan hal baru bagi Trump. Pada 2018, di masa jabatan pertamanya, ia juga menarik AS keluar dari UNESCO dengan alasan serupa, yaitu dugaan bias lembaga itu terhadap Israel.

Namun, kebijakan tersebut sempat dibatalkan oleh Presiden Joe Biden pada 2023, yang kemudian memulihkan keanggotaan AS.

Begitu Trump kembali menjabat pada Januari 2025, berbagai inisiatif internasional era Biden mulai dipangkas satu per satu.

Tak hanya UNESCO, Trump juga menarik dukungan AS dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), serta menghentikan pendanaan untuk Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada Februari lalu.

Bahkan, ia memerintahkan tinjauan ulang keanggotaan AS di berbagai lembaga internasional, termasuk UNESCO, dengan fokus pada potensi keterlibatan dalam “sentimen antisemitisme atau anti-Israel.”

Gedung Putih menyebut langkah Trump sebagai bentuk konsistensi terhadap misi kebijakan luar negeri yang berpijak pada kepentingan nasional AS.

“Presiden Trump telah memutuskan untuk menarik diri dari UNESCO – yang mendukung gerakan budaya dan sosial yang membangun dan memecah belah,” tulis Juru Bicara Gedung Putih, Anna Kelly, di media sosial.

“Presiden akan selalu mengutamakan Amerika. Keanggotaan kita di semua organisasi internasional harus selaras dengan kepentingan nasional kita.”

Israel sambut keputusan Trump dengan antusias

Langkah AS ini langsung disambut positif oleh Israel. Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, menilai keputusan tersebut sebagai bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan yang selama ini mereka rasakan di kancah internasional.

“Ini adalah langkah yang diperlukan, yang dirancang untuk memajukan keadilan dan hak Israel atas perlakuan yang adil dalam sistem PBB, sebuah hak yang sering kali diinjak-injak akibat politisasi di arena ini,” ungkap Saar melalui media sosial.

“Penunjukan Israel dan politisasi oleh negara-negara anggota harus diakhiri, dalam hal ini dan di semua badan PBB profesional.”

Saar juga mengucapkan terima kasih kepada Amerika Serikat atas “dukungan moral dan kepemimpinannya”, serta mendorong reformasi besar-besaran di tubuh PBB.

UNESCO buka suara

Di sisi lain, UNESCO membantah tudingan telah memperlakukan anggota secara tidak adil.

Direktur Jenderal UNESCO, Audrey Azoulay, menyatakan bahwa keputusan AS tersebut tidak akan mengubah komitmen lembaga yang dipimpinnya terhadap kerja sama internasional.

“Tujuan UNESCO adalah menyambut semua bangsa di dunia, dan Amerika Serikat akan selalu disambut,” kata Azoulay.

Ia menambahkan bahwa meski AS akan mundur secara formal, UNESCO masih akan terus menjalin kerja sama dengan mitra-mitra asal AS, mulai dari sektor swasta hingga akademisi dan lembaga nirlaba.

“Kami akan terus bekerja sama dengan semua mitra Amerika kami di sektor swasta, akademisi, dan organisasi nirlaba, serta akan melanjutkan dialog politik kami dengan pemerintah dan Kongres AS,” tambahnya.

Azoulay juga menegaskan bahwa sekitar 8 persen anggaran UNESCO bergantung pada kontribusi dari AS, dan penarikan tersebut tidak akan memicu pemangkasan staf dalam waktu dekat.

Latar belakang politik: Dukungan AS terhadap Israel diperketat

AS dikenal sebagai sekutu utama Israel di berbagai forum internasional. Dalam beberapa dekade terakhir, Washington kerap menggunakan pengaruh diplomatiknya untuk membendung kritik terhadap kebijakan Israel, terutama terkait isu Palestina.

Namun sejak meletusnya konflik berdarah di Gaza pada Oktober 2023, dukungan AS terhadap Israel mulai mendapat sorotan tajam.

Serangan militer Israel telah menewaskan lebih dari 59.000 warga Palestina. Para ahli PBB bahkan menilai bahwa taktik militer Israel “konsisten dengan genosida”.

Meski demikian, AS di bawah Trump tetap mendukung penuh kampanye militer tersebut. Bahkan, bulan lalu pemerintahannya menjatuhkan sanksi kepada hakim Mahkamah Pidana Internasional (ICC) yang menyelidiki dugaan kejahatan perang oleh Israel dan pasukan AS.

Selain itu, Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk wilayah Palestina yang diduduki, juga turut dikenai sanksi oleh AS.

Penarikan AS picu ketegangan baru

Dengan keputusan terbaru ini, hubungan AS dengan komunitas internasional, khususnya lembaga-lembaga di bawah naungan PBB, kembali berada di persimpangan.

Sementara Trump dan para pendukungnya memandang langkah ini sebagai penguatan kedaulatan dan kebijakan luar negeri yang tegas, pihak lain menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk isolasionisme yang bisa merusak upaya diplomasi global.

Keputusan AS menarik diri dari UNESCO menjadi simbol terbaru dari arah kebijakan luar negeri pemerintahan Trump di periode keduanya—sebuah arah yang lebih menekankan pada agenda domestik dibanding komitmen internasional.

Read Entire Article
Bekasi ekspress| | | |