Hammad Hendra
Sabtu, Mei 31, 2025
Perkecil teks Perbesar teks
![]() |
Setelah ketegangan mereda, India dan Pakistan hampir sepakat kurangi pasukan di perbatasan. (Dok. Reuters) |
PEWARTA.CO.ID - Setelah bentrokan bersenjata besar yang terjadi awal Mei 2025, India dan Pakistan dikabarkan hampir mencapai kesepakatan untuk mengurangi kehadiran militer mereka di sepanjang garis perbatasan.
Langkah ini menjadi sinyal positif setelah eskalasi yang disebut sebagai pertempuran paling sengit dalam beberapa dekade terakhir antara dua negara bersenjata nuklir tersebut.
Pertempuran memuncak usai serangan di Kashmir
Ketegangan terbaru dipicu oleh serangan mematikan yang terjadi pada 22 April di wilayah Kashmir yang dikuasai India.
Insiden ini menewaskan sedikitnya 26 orang, mayoritas wisatawan, dan langsung menimbulkan reaksi keras dari New Delhi.
Pemerintah India menuduh bahwa serangan itu dilakukan oleh kelompok teroris yang didukung oleh Pakistan tuduhan yang segera dibantah oleh Islamabad.
Menanggapi kejadian tersebut, India meluncurkan serangan rudal ke sejumlah lokasi yang mereka klaim sebagai "infrastruktur teroris" di wilayah Pakistan pada 7 Mei.
Aksi ini dibalas oleh Pakistan, memicu bentrokan selama empat hari yang melibatkan penggunaan jet tempur, artileri berat, drone, hingga rudal.
Setelah serangan dan balasan itu, kedua negara meningkatkan jumlah pasukan di perbatasan, meningkatkan kekhawatiran akan pecahnya perang skala penuh.
Proses pengurangan pasukan dimulai
Kepala Staf Gabungan Pakistan, Jenderal Sahir Shamshad Mirza, mengonfirmasi bahwa kedua negara telah memulai proses penarikan pasukan tambahan dari wilayah perbatasan.
"Kita hampir kembali ke situasi sebelum 22 April. Kita sedang mendekati itu atau kita pasti sudah mendekati itu sekarang," kata Mirza, melansir Reuters, Jumat (30/5/2025).
Sampai saat ini, Kementerian Pertahanan India maupun kantor Kepala Staf Pertahanan India belum memberikan tanggapan resmi terkait pernyataan tersebut.
Jenderal Mirza yang sedang menghadiri forum keamanan regional Shangri-La Dialogue di Singapura, juga menyampaikan bahwa selama konflik berlangsung tidak ada indikasi penggunaan senjata nuklir.
Namun, ia memperingatkan bahwa risiko kesalahan strategis tetap ada.
"Tidak ada yang terjadi kali ini. Tetapi, Anda tidak dapat mengesampingkan kesalahan perhitungan strategis kapan pun, karena ketika krisis terjadi, responsnya berbeda," ujarnya.
Mirza juga menambahkan bahwa eskalasi konflik kali ini melampaui wilayah Kashmir yang dipersengketakan, menandai sebuah perkembangan yang sangat mengkhawatirkan.
"Ini menurunkan ambang batas antara dua negara yang merupakan negara-negara pemilik senjata nuklir. Di masa mendatang, hal itu tidak akan terbatas pada wilayah yang disengketakan. Hal itu akan terjadi di seluruh India dan seluruh Pakistan," kata Mirza.
"Ini adalah tren yang sangat berbahaya," ucapnya.
Ketegangan yang tak pernah sepenuhnya reda
Hubungan India dan Pakistan sejak lama diwarnai konflik, termasuk tiga perang besar sejak kemerdekaan mereka dari Inggris pada 1947 dua di antaranya berkaitan langsung dengan Kashmir.
India menuduh Pakistan berada di balik pemberontakan di Kashmir yang telah berlangsung sejak 1989, yang menyebabkan puluhan ribu nyawa melayang.
Sementara itu, Pakistan bersikukuh bahwa dukungan mereka hanya bersifat moral, politik, dan diplomatik untuk masyarakat Kashmir dalam menentukan nasib sendiri.
Sebagai bagian dari respons terhadap serangan terakhir, Perdana Menteri India Narendra Modi telah memberikan peringatan keras bahwa negaranya tak akan segan melancarkan serangan terhadap basis teroris di wilayah Pakistan jika insiden serupa terulang.